Pajak adalah kata keseharian orang siantar yang berpadan dengan kata pasar dalam bahasa indonesia. Pajak horas berada di jantung kota Pematang Siantar, tempat dimana saya hidup sekarang.

Selasa, 19 Agustus 2008

Obat Rawan Haram

dicuplik dari milis Halal-Baik-Enak

Tak Halal, Bukan Obat NamanyaSetiap penyakit ada obatnya.
Bagaimana bila tak tersedia obat yang halal?Sebuah merek obat batuk syrup, kini menyatakan ‘’bebas alkohol’’ di kemasannya. Mengapa ia perlu menonjolkan soal ini, sedangkan obat merek lain tenang-tenang saja?Menurut DR Anton Apriyantono, kandungan alkohol atau etanol dalam suatu cairan, merupakan salah satu indikator khamar yang haram bagi umat Islam. ‘’Itupun bukan karena faktor keberadaannya, tapi lebih kepada berapa kadarnya. Sebab, etanol ada di banyak bahan pangan secara alami, seperti dalam buah-buahan segar,’’ jelas auditor LPPOM MUI yang kini Menteri Pertanian RI. Nah, dalam hal ini, Komisi Fatwa MUI telah menetapkan batas kadar alkohol kurang dari 1%, agar suatu minuman boleh dikonsumsi. Tentu, dengan catatan, tak ada bahan lain yang haram di dalamnya. ‘’Dengan menggunakan batas ini, maka obat batuk pun tidak boleh mengandung etanol lebih dari satu persen,’’ tandas Anton. Apa dasar pelarangannya?Suatu hari, sahabat Nabi yang bernama Thariq Ibn Suwaid bertanya kepada Rasulullah saw, bolehkah meminum sedikit saja khamar. ‘’Tidak,’’ tegas Nabi. ‘’Bagaimana kalau itu dimaksudkan untuk obat?’’ Thariq mencoba menawar. Kata Rasulullah, ‘’Khamar bukan obat, tapi penyakit.” Demikianlah hadits yang diriwayatkan Muslim, Abu Daud, Ahmad dan Turmudzi.

Unsur Babi
Unsur lain yang membuat obat tak layak konsumsi adalah elemen babi. Pada 1994 Komisi Fatwa MUI telah memfatwakan bahwa babi dan komponen-komponennya haram dikonsumsi. Dasarnya antara lain, hadits yang diriwayatkan Abu Daud dan Abu Darda, bahwa Rasulullah telah berwasiat, “Sungguh, Allah yang menurunkan penyakit dan obat. Ia menciptakan obat bagi setiap penyakit. Maka berobatlah kalian tapi jangan dengan yang haram.” Dalam riwayat lain, beliau berkata, ‘’Sungguh, Allah tidak menjadikan obat dari benda-benda yang diharamkan.”Obat berbahan babi, misalnya obat suntikan penyakit diabetes mellitus (kencing manis) Insulin Nordisk injeksi (produksi Novo Nordisk) dan Insulin Retard NPH injeksi yang diproduksi Novo Nordisk. Heparin, obat pencegah penggumpalan darah yang banyak dipakai sebagai terapi bagi penderita jantung, idem ditto.

Gelatin
Gelatin, selain populer digunakan dalam industri pangan, juga digunakan dalam kapsul obat-obatan. Nah, masalahnya, gelatin ini kebanyakan dibuat dari kulit atau tulang babi. Sedikit lainnya dibuat dari sapi atau tulang ikan. Ada juga segelintir selongsong kapsul yang sudah mendapat sertifikat halal MUI.Maka, Anton menyarankan, bila ke dokter mintalah obat selain contoh-contoh tadi dan sebaiknya berbentuk selain kapsul. Kalaupun terpaksa harus kapsul, buang cangkangnya dan minum obatnya.

Plasenta
Plasenta atau ari-ari, juga menyebabkan obat haram dikonsumsi. MUI sudah mengeluarkan fatwa pengharaman penggunaan plasenta manusia, misalnya yang digunakan untuk obat agar kulit awet muda. Seandainya plasenta itu dari hewan pun, harus dikejar hewan apa dan bagaimana penyembelihannya.

Obat Mitos
Obat, sebagaimana makanan, mustilah halal dan baik. Tak sepantasnya kaum muslimin berobat dengan barang haram dan atau najis seperti organ tubuh binatang buas, bertaring, berkuku tajam, atau menjijikkan. Sebagaimana wasiat Rasulullah saw kepada Abi Hurairah, ‘’Jangan berobat dengan barang najis.’’ (HR Abu Daud no. 3870). Termasuk dalam kelompok ini adalah kalajengking. Binatang berbuku-buku yang mempunyai sengat maut ini, sudah lama dijadikan obat tradisional oleh sebagian orang.
Di pasar, biasanya ada penjual obat yang menggelar daging kalajengking kering. Konon itu berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit berat, termasuk typhus dan angina.Binatang berbahaya lain yang juga acap dijadikan obat adalah ular sendok atau kobra. Katanya, seluruh organ kobra mampu menyembuhkan sekaligus menangkal penyakit. Empedu dan lulurnya manjur untuk sakit pinggang. Daging serta lemaknya cocok buat gatal-gatal atau koreng. Darahnya bisa menyembuhkan penyakit dalam, sementara otaknya diyakini mampu meningkatkan gairah seksual. Sebelum diramu, kobra dipotong kepalanya sampai putus, darahnya ditampung dalam wadah. Organ kobra diambil satu persatu, lalu diaduk bersama darah. Ditambah cairan tertentu plus madu untuk mengurangi bau anyir dan rasa pahit, ramuan kobra siap diminum.Reptil lain, ular rattle (Lachesis muta), dipercaya untuk obat dipteri. Sedangkan laba-laba maut tarantula untuk angina.
Masih dari dunia marabahaya, konon tangkur (alat kelamin jantan) buaya dan macan berkhasiat meningkatkan kemampuan seks pria, dan dapat membesarkan payudara wanita. Di kios jamu tradisional, biasanya tersedia air rendaman tangkur buaya.Benarkah semua cerita hebat di atas?Mungkin untuk sebagian orang, itu benar. Atau kebetulan cocok. Tapi, menurut Dr Ferryal Loetan, khasiat meningkatkan gairah seks hanyalah mitos. ‘’Khasiat tangkur buaya, kuku macan, alat kelamin macan dan sebagainya, itu tidak benar,’’ katanya. Ia menjelaskan, secara logika khasiat itu tidak akan terjadi karena memang tidak ada kandungan zat penambah gairah dalam tangkur buaya atau macan. Apalagi untuk membesarkan payudara.Tampaknya, pengobatan dengan organ binatang berbahaya memang tidak didasari logika-logika kesehatan. Hal ini terungkap dari hasil penelitian Azwar Agoes, Ketua Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional I Sumatera Selatan dan Guru Besar Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, pada akhir Juli 2000. Nah, dari 22 pengobat tradisional (Battra) di 4 kecamatan dengan 7 desa Sumsel, semua Battra tidak ada yang menyelesaikan pendidikan formal SD. Pengetahuan Battra diperoleh secara turunan (100%). Pengenalan tanaman (50 macam) 22% dan (<10 macam) 36%. Semua Battra menyatakan dapat mengobati segala jenis penyakit (100%). Pengobatan dilakukan bersama mantera (70%), ramuan tanaman obat yang dibuat sendiri (100%), dan atau disertai pijat (35%).Menurut Subroto (1983), di Indonesia memang dikenal beberapa jenis pengobat tradisional seperti sinshe, tabib, akupunkturis, tukang pijat, tukang jamu, dukun (dukun pengobat sakit, dukun beranak, dukun patah, dukun ramal, dukun tuju), dan paraji (dukun beranak). Data Kanwil Depkes menunjukkan, tidak kurang dari 8000 orang tercatat sebagai Battra dengan berbagai "keahlian". Namun, menurut survei tadi, Battra yang memenuhi persyaratan WHO amat langka. Pengetahuan Battra diperoleh dengan magang atau belajar sendiri, termasuk secara spontan (spekulasi). Misalnya, di salah satu dusun, ada Battra yang menyembuhkan penyakit kanker menggunakan cara-cara yang sulit dijelaskan secara ilmiah, yaitu bagian tubuh pasien diisap, dijilat, dan dijampi.

Darurat
Yang masih menjadi kontroversi, adalah pemanfaatan cacing tanah untuk obat, misalnya untuk mengobati thypus. Namun dalam keadaan darurat, yang mengancam keselamatan nyawa, seseorang diijinkan untuk mengonsumsi barang haram dan najis (QS 2:185; 5: 6; 4:28). Syaratnya, harus ada keterangan dari ahli medis atau dokter (sedapat mungkin muslim) tepercaya bahwa zat haram itu memang berkhasiat menyembuhkan penyakit yang sedang diderita. Penggunaannya tidak boleh melebihi kadar yang telah ditetapkan oleh dokter, dan semata-mata dengan niat berobat. Dan, memang hanya itu obat yang ada, belum atau tidak ditemukan alternatif lain yang halal. (nurbowo)

0 komentar: